Fuihhh...dibilang sibuk aku ngerasa udah cukup sibuk selama ini, tapi sekarang kok kerjaan nambah tapi ngerasa masih kurang kerjaan ya ? hehehehehe..

Mulai seminggu yang lalu, setiap jam 3.30 pagi aktivitas sudah dimulai. Dimulai dengan sholat tahajud, terus mulai nyiapin bekal buat Brina, terus nyiapin sarapan, terus mandi, terus bangunin ayah, terus bangunin Brina, terus mandiin Brina...Dan jam 5.30 meluncur nganter Brina ke sekolah. Nyetir sendiri ditemenin suara kaset dan kunyahan Brina yang sarapan di bangku belakang...

Kerjaan rutin baru-ku. Terus terang aku bukanlah orang yang senang ber-planning. Kemarin2 belum terlintas dengan apa aku harus aku isi waktu kosong selama hampir 4 jam di saat menunggui Brina sekolah.

Fitness ? Hmmh masih kejauhan cabang LifeSpa terdekat. Ke rumah mertua ? Hmmh kalo pagi kayak gitu rumahnya kosong melompong mau ngapain aku disana ya ? Browsing ke warnet ? Hmmh warnet terdekat di komplek IKIP itu adalah warnet ala mahasiswa yang (duh maaf hihihihi) sumpek dan rada pengap.

Pengennya sih punya laptop yang representatif, untuk browsing dan ngerjain tugasku di www.swarnagaya.com Kemaren sempat ke Ambasador liat yang jualan laptop, belum cukup nih kayaknya dana yang ada untuk mengupgrade laptop yang sudah ada ;)

Akhirnya hampir seminggu lebih ini, aku adaptasikan diriku untuk 'bergaul' dengan ibu-ibu sekolahan (bukan yang sekolah tapi yang nungguin anaknya sekolah hihihihi). Asyik juga mendengar mereka berdiskusi masalah komite sekolah dan transparansi uang pangkal. Aku yang selama ini buta dengan intrik-intrik politik sekolah negeri, sekarang sedikit demi sedikit sudah mulai 'ngeh' dengan persoalan yang ada.

Gak sederhana loh masalahnya, yang namanya transparansi keuangan sekolah itu ternyata melibatkan banyak orang dengan banyak kepentingan. Saat kita mau berjalan ke arah yang ideal, kita akan berbenturan dengan segala halangan bernama birokrasi, masalah perut dan rasa segan euweuh pakeweuh.

Di samping itu asyik juga mengamati bagaimana ibu-ibu lain mendidik anaknya. Ada yang sangat fokus kepada nilai akademis, ada yang santai, ada yang selalu was-was pada anaknya, ada yang protektif banget, dan sebagainya. Bagaimana dengan aku ya ? Termasuk ibu yang model gimana ya aku ini buat Brina ?

Seperti tadi siang, begitu mengagetkan ketika tiba-tiba anak yang -aku tahu persis- tidak lulus tes masuk ternyata setelah hari ke 7 bersekolah ini masuk dan duduk tenang di dalam kelas. Nyogok ? Atau prosedur mengisi bangku kosong ? Gak tau deh, sudah cukup pening kepalaku melihat tingkah ibunya yang tertawa-tawa tanpa beban ketika rame-rame ditanyai berapa dia harus membayar untuk masuk padahal tidak lulus test.

Tidak bermoral ? Mungkin. Tapi demi anak maka orang tua pasti akan melakukan apapun. Gak ada benar salah ketika harus berkorban, semuanya hanya ditujukan untuk 'kesenangan' orang yang kita sayangi. Tapi benarkah seperti itu ? Mungkin kalau ditanyai lebih jauh, sang anak tidak akan mengerti bedanya bersekolah di SD percontohan dengan SD yang biasa-biasa aja. Kenapa orang tua harus mengukur 'kebahagiaan' anaknya lewat kacamatanya ?. Kenapa orang tua harus mengukur 'yang terbaik' buat anaknya lewat versi dirinya sendiri ?

Kalau saja, kemaren ternyata Brina tidak lulus test masuk SD percontohan ini, Demi Alloh, aku dan Rais tidak akan pernah mau membayar sepeserpun ataupun berusaha sedikitpun agar Brina tetap masuk ke SD ini. Di samping aku percaya pada nasib, aku juga percaya pada rencana Alloh pada anakku...

Karir baru, pekerjaan baru, lingkungan baru, semoga aku bisa menghadapinya. Aminnnn

0 Comments:

Post a Comment

<< Home