Bangkrut !
Monday, April 30, 2007
Tahu rasanya terjatuh ?...Sakit sangat sakit... Apalagi bila kita jatuh ke dalam lobang yang tidak pernah kita sangka.

Begitupun yang namanya kebangkrutan. Wajar saja jika mengalami kebangkrutan karena yang namanya hidup pasti ada saatnya diatas dan ada saatnya berada dibawah. Tidak mudah untuk bangkit dari sebuah kejatuhan. Butuh jiwa besar untuk berkaca diri, "Apa sebenarnya salah saya ?", "Dimana sebenarnya salah saya ?"...Dan yang namanya menelanjangi diri di depan cermin bukanlah sesuatu yang enak untuk dinikmati. Melihat benjolan selulit disana-sini, melihat pinggul yang tidak seperti gitar lagi, melihat dada yang tidak indah lagi.. Huiih apa enaknya melihat satu persatu kejelekan diri sendiri ?

Tadi pagi, ketika aku membantu membenahi rumah seorang teman yang terpaksa harus dijual karena terlibat hutang. Bukan karena usahanya, bukan karena bisnisnya dia berhutang. Tapi karena gaya hidup yang tidak sesuai buat dirinya. Sedih, hanya itu kata yang melintas dalam kepalaku ketika satu persatu harta yang dulu dia sangka adalah aset buatnya dinaikkan ke atas truk. Ranjang besar dengan kasur springbednya, lemari besar 3 pintu, buffet besar tempat pajangan, furniture ruang tamu, 2 buah televisi, dan sebagainya, dan sebagainya...

Sedih... karena merupakan sebuah perjuangan buat aku dan suamiku membeli barang-barang seperti itu buat mengisi rumah kami. Tidak mudah seperti temanku, kami melewati satu perjuangan untuk mendapatkannya. Ingat kisah kami mengontrak di sebuah gang sempit di awal pernikahan kami. Ingat kosong melompongnya ruang tamu kami saat itu, ingat ketika harus memasak di kompor yang harus diletakkan begitu saja di atas lantai, ingat motor butut pertama kami, ingat ranjang ku semasa gadis yang terpaksa ku"pinjam" dari mama, ingat setiap detil bau got yang selalu menyertai hujan di gang sempit itu, ingat setiap keberisikan yang terjadi setiap malam karena banyak orang nongkrong di depan rumah kami, ingat setiap kernyitan tidak senang keluarga besar kami ketika harus datang ke rumah kami, ingat setiap perkataan sindiran dari mereka setiap menyinggung keadaan rumah kami. Semua ini kami jalani selama 5 tahun dalam 6,5 tahun umur pernikahan kami sekarang.

Tidak pernah sekalipun kami mengeluh apalagi mencoba untuk mencari jalan pintas keluar dari proses yang memang harus kami jalani ini. Kami berdua tahu dan sadar sekali, bahwa orang tua kami bukanlah orang berada yang bisa memberikan setumpuk warisan buat kami. Dengan kedua kaki kami, kami harus berdiri tegak dan mandiri menjalani hidup apapun yang terjadi.

Hidup memang sulit dan penuh liku. Tapi kami tidak pernah mau terjebak dalam sebuah kesemuan. Kami hidup semampu kami. Kami tidak mau berhutang. Itulah prinsip kami. Kenyataan bahwa kami baru mampu mengontrak rumah di sebuah gang sempit, kenyataan bahwa kami belum bisa "mengisi" perabot rumah kami, kenyataaan bahwa hanya motor butut yang baru mampu kami beli untuk menjadi kendaraan kami. Itulah kenyataan yang harus kami jalani hari demi hari. Tidak apa-apa, tidak masalah...Semua akan tiba waktunya..Itu saja yang kami yakini !...

Tadi pagi, melihat satu persatu barang-barang milik temanku pelan-pelan dinaikkan ke atas truk membuat aku tambah menyadari bahwa kita tidak akan memperoleh sesuatu bila memang belum tiba waktunya. Tidak akan ada gunanya kita mempersingkat proses itu, tidak akan ada gunanya kita mencoba berlari. Semuanya ada waktunya, dan semuanya akan terjadi ketika sudah saatnya.

Apa gunanya merengkuh sesuatu yang sebenarnya belum bisa terengkuh. Bisa-bisa terjerambab nanti. Apa gunanya mengejar sesuatu yang memang belum bisa kita raih. Bisa kecewa kita nanti.

Sekuntum bunga akan mekar pada waktunya, buah mangga akan matang bila sudah waktunya dan si kecil kita pun akan merangkak bila memang sudah waktunya. Semua hal di dunia mempunyai waktunya masing-masing, dan kita harus sabar serta berteguh hati melewati prosesnya.

Masih saja kupandangi rumah besar bertingkat dua bergaya minimalis yang akhirnya telah kosong itu, sebelum aku mengunci pintunya. Aku ucapkan salam perpisahan kepada siapapun makhluk yang ada didalamnya. Entah kemana si mantan pemilik rumah. Entah kemana perginya temanku itu. Mungkin dia sedang menyesali kesalahannya, mungkin dia sedang bercermin diri atau malah dia sedang berlari dari kenyataan. Yang aku tahu, dia tidak boleh mengulangi lagi kesalahannya. Dia harus belajar berani menghadapi kenyataan. Dia harus belajar bersabar dan sedikit perlahan menjalani hidupnya. Yang terpenting, dia harus belajar bahwa dia tidak boleh hidup dalam dunia yang tidak nyata. Jangan sekali-kali lagi !...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home