Bisnisku, Cintaku
Wednesday, April 18, 2007
Mengelola bisnis sendiri buat seorang perempuan adalah bagaikan memelihara cinta. Butuh pengorbanan, ketelatenan, kesabaran dan yang terpenting butuh konsistensi. Sungguh, terkadang kita sering salah mengartikan bisnis yang kita lakukan saat ini hanya sekedar ajang mencari uang. Yah, siapa yang tidak butuh uang saat ini. Mungkin sebagai seorang perempuan kita senang menjadi seorang ibu, menjadi seorang istri yang senantiasa berada di samping suami dan anak-anak. Tapi menghasilkan uang adalah sebuah pencapaian tersendiri karena dengan bisa menghasilkan uang maka ada nilai kemandirian dan harga diri disana. Apalagi kalau kita bisa juga sekaligus membantu keuangan keluarga. Tapi tidak lantas uang-lah yang menjadi tujuan utama kita dalam memulai bisnis.

Benar, memulai sesuatu haruslah karena cinta. Memulai sesuatu lebih bagus bila karena ada ketertarikan di sana. Begitu pun dengan memulai sebuah bisnis. Aku teringat ketertarikan pada bisnis konsultasi nutrisi yang sekarang aku jalani berawal dari adanya ikatan emosi dengan produk nutrisi ini. Sebuah program diet yang berhasil mengubah hidup ku 180 derajat. Kondisi kegemukan yang dulu aku kira merupakan takdir karena keturunan, kondisi kegemukan yang dulu aku kira adalah suatu hal yang wajar karena sudah melahirkan dan proses menyusui selama 1 tahun, kondisi kegemukan yang dulu aku kira merupakan suatu hal yang wajar buat pemakai kontrasepsi. Dan pandangan ini langsung sirna ketika diri ini berhasil menurunkan berat badan melalui program nutrisi ini. Itulah awal semuanya.

Di bilangan Jakarta Selatan sana, ada sebuah rumah makan khas Betawi yang menyajikan makanan asli Betawi yaitu Pucung Lele dan Gabus. Rumah makan ini hanya buka mulai pukul 10.00 sampai 14.00 dan rumah makan ini tidak memiliki cabang dimanapun. Penampilan rumah makan itu tidak bagus, bahkan cenderung sederhana berada di sebuah pinggir jalan. Tak ada papan nama besar terpasang di depan rumah makan itu, tapi saat makan siang kita bisa melihat pelanggan harus antri untuk mendapatkan kursi. Pak Haji yang merupakan pemilik rumah makan menyapa langsung para pelanggannya sambil tersenyum rendah hati. Di pundaknya tersampir lap untuk mengelap meja yang baru saja ditinggalkan oleh pelanggannya. Sambil tertawa-tawa, si Pak Haji bisa memperbincangkan segala hal dengan pelanggannya, mulai dari pertandingan sepak bola tadi malam sampai kurs dolar yang naik turun. Sedangkan sang istri sibuk melayani pembeli di belakang etalase. Tapi jangan main-main dengan omsetnya, dalam sehari Pak dan Bu Haji bisa mengantongi omset Rp.5-6 juta. Coba hitung kira-kira berapa keuntungan bersih mereka di bisnis makanan yang notabene bisnis ini bisa menghasilkan laba 20%-40%. Yang istimewanya, di teras rumah makan itu tersedia puluhan tandan pisang yang bisa diambil gratis oleh para pengunjung ketika mereka pulang.

Mungkin sekilas, model usaha Pak Haji ini tidak memenuhi syarat sebuah bisnis modern yang memang sangat ”mengagungkan” sistem. Padahal kalau saja Pak Haji mau bisa saja beliau membuka cabang di tempat lain dengan sistem franchise misalnya. Tapi kenapa tidak dia lakukan hal ini ?. Dari wawancara singkat dengan beliau, Pak Haji dengan lugunya mengakui bahwa dia tidak mengerti cara mengelola cabang di tempat lain. Beliau hanya tahu bahwa dengan berdagang makanan betawi ini dia bisa menyelamatkan budaya betawi yang sudah terpinggirkan sekarang. Terlihat bahwa pak Haji begitu sangat mencintai budaya nenek luhurnya ini. Dengan hanya memiliki satu cabang di depan rumahnya ini, dia bisa menyapa satu persatu langganannya. Dan bukti kecintaan beliau pada bisnisnya ini tergambar dari cara beliau menangani pemilihan setiap ikan untuk masakan pucung nya. Dia pilih satu persatu ikan yang akan dimasak dari pemasok yang sudah dia percayai bertahun-tahun. Menurutnya setiap pelanggan rumah makannya harus mendapatkan ikan yang sama kesegaran, ukuran dan besarnya. Luar biasa !

Ketika kita melakukan sesuatu dengan cinta, maka otomatis akan terpancar keluar hasilnya. Orang akan lebih nyaman berada dekat kita, orang akan merasa lebih terbuka, lebih maklum pada setiap kekurangan kita. Begitu pula dengan bisnis kita. Ketika kita membuat sebuah kalung manik dengan cinta, di sela pembuatannya mungkin kita bisa bayangkan bahwa si pemakai pasti akan bertambah cantik bila mengenakan kalung ini. Pasti berbeda hasilnya dengan kalung hasil kerajinan massal.

Bagaimana kita menemukan bisnis yang kita cintai? Mulailah dengan mengenal diri sendiri terlebih dahulu. Apa sih ketertarikan saya sebagai seorang perempuan, apakah saya senang dengan anak-anak, senang mengajari orang lain, senang dengan pendidikan ? Ataukah saya senang berbagi, senang memecahkan masalah orang lain , senang dengan kata „mengelola“ ? Dari sinilah kita bisa memupuk rasa cinta kita dengan memfokuskan bisnis kita pada ketertarikan yang kita miliki. Pernah dengar, ada seorang ibu di California yang membuat website tentang ”bagaimana memilih nama buat anjing anda ?” dan ternyata bisa mendulang ribuan dollar dari websitenya itu?. Ibu ini senang dengan makna di belakang setiap nama dan dia tahu bahwa jutaan orang di seluruh dunia mempunyai anjing peliharaan- yang pasti membutuhkan nama !. Robert T.Kiyosaki juga adalah seorang pengusaha yang mengembangkan bisnisnya dari kecintaannya mengajarkan sesuatu untuk orang lain. Dengan kecintaan nya mengajar itu, Kiyosaki bisa membuat bisnis penerbitan buku, bisnis pelatihan kewirausahaan, bahkan bisnis properti.

Cinta juga yang bisa membuat kita cepat bangkit dari keterpurukan. Apabila suatu hari, bisnis kita mengalami kebangkrutan maka lebih mudah untuk bangkit bila kita mencintainya.

Lakukanlah bisnis kita dengan satu gairah yang paling mendasar dari dalam diri kita. Jangan pernah melakukan sesuatu karena hal-hal lain di luar diri kita. Karena sebagaimana hidup, maka bisnis kita pun memerlukan pupuk yang berasal dari cinta dan kasih sayang kita. Sebuah pemikiran sederhana bahwa cinta akan menghasilkan kekuatan bisa mendasari kita juga untuk menetapkan hati pada sebuah bisnis. Tidak melulu hanya uang dan kekayaan yang kita cari di dunia ini. Tapi rasa puas karena bisa menolong orang lain, rasa puas karena bisa membuat orang lain sejahtera, sangat sangat lebih berarti dibanding uang.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home