Sang Pemilik dan Tokonya
Saturday, October 06, 2007
Saat berbuka puasa beberapa jam yang lalu, kami sekeluarga pergi ke sebuah restoran Sunda yang baru saja dibuka beberapa bulan ini di Jalan Raya Cileungsi milik salah seorang kenalan. Ramai sekali keadaannya tadi. Tamu-tamu yang hendak berbuka memenuhi ruangan, dari 10 bilik lesehan dan 100 buah kursi yang tersedia, tidak ada lagi tempat yang tersisa. Berhubung aku adalah teman baik pemilik restoran, kami sekeluarga langsung diajak untuk makan di ruang serbaguna yang biasa disewakan untuk acara-acara ulang tahun, arisan dll.

Menyenangkan sekali memandangi ruangan makan restoran dari balik pintu kaca tadi. Para pelayan lalu lalang silih berganti melayani tamu. Tak ketinggalan juga kenalan kami -suami istri- juga ikut sibuk melayani tamu. Hebat, pikirku. Aku tahu bahwa kenalan ku ini memiliki modal yang besar dan kuat tapi tidak setiap pemilik bisnis mau setiap hari turun langsung melayani pelanggannya dengan tangannya sendiri.

Mereka berdua adalah orang tua dari Madeline, teman sekelas Brina sewaktu masih di toddler class di Tumble Tots Kelapa Gading. Mereka adalah pengusaha makanan kawakan, merupakan pemilik sebuah brand makanan kecil yang terkenal di Jakarta ini. Dulu kami sempat putus hubungan. Kami sekeluarga tetap tinggal di Rawamangun, sedangkan kenalanku tadi memboyong keluarganya pindah ke Kota Wisata. Entah bagaimana ceritanya, akhirnya kami bertemu lagi setelah aku dan keluarga pindah juga ke Kota Wisata.

Mereka berasal dari Semarang keturunan Chinese, walaupun totally mengaku tidak mengerti bahasa Mandarin hehehehe... Tapi aku akui, mereka adalah pekerja keras. Dengan modal yang mereka miliki, mereka sangat lincah mencari peluang-peluang bisnis baru. Salah satunya restoran Sunda ini.

Banyak orang tidak seperti mereka, yang berpendapat "lebih baik memikirkan hal lain yang lebih penting". Menakjubkan melihat mereka berdua ikut mengangkat kursi, ikut mengambilkan minuman untuk para tamu diantara seliweran puluhan pegawainya.

Banyak orang tidak seperti mereka yang menyangka bisnisnya akan berkembang walau tidak dengan campur tangannya secara langsung... Banyak orang merasa apa yang dia miliki sudah cukup besar, sehingga malas untuk terjun kebawah melayani pelanggan.

Berada di dalam toko kita. Merasakan auranya, menikmati situasi yang sedang rame pembeli, menikmati tidak ada satupun barang yang terjual hari itu, mendengarkan komplain dan pujian dari pembeli, adalah momen tak terlupakan buat seorang pedagang tulen.

Berdagang adalah merasakan, berdagang adalah ikut di dalamnya, Berdagang adalah sebuah pelajaran yang harus dipelajari sendiri, Berdagang adalah sebuah proses yang harus kita alami sendiri. Berdagang bukan hanya sekedar berarti memiliki toko, termenung-menung di depannya dan menyerahkannya kepada pegawai kita. Ikutlah berinteraksi dengan pelanggan kita, jagalah pintu depan toko kita dengan hati dan senyum kita... Kita lah pemiliknya, kita lah motornya !...

Apa yang kita pikirkan ketika mendengar nama Martha Tilaar ?.. Beliau tidak langsung ujug-ujug mempunyai salon besar begitu saja. Dengan tangannya sendiri, berpuluh-puluh tahun yang lalu, beliau menjaga salonnya setiap hari, tanpa seorang pegawaipun..

Kiyosaki pun mengatakan bahwa seorang pebisnis yang berhasil adalah orang yang pernah mengalami sendiri. Semuanya dikerjakan sendiri dulu sebelum kita "mendelegasikannya" kepada pegawai kita.

Kita lah pemiliknya, kita lah motornya !...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home