Menjelang lebaran gini, agak ngenes ngedenger orang-orang di sekitarku "mengeluh" tentang pembantu mereka yang mudik. Ada yang terpaksa menawarkan THR sebesar 3 bulan gaji supaya si mba gak pulang di lebaran, ada lagi yang pontang-panting ambil cuti demi kerjaan rumah.

Tetangga sebelah rumah adalah seorang dokter kandungan dengan satu anak dan suami yang bekerja di Pekanbaru. Rencananya suaminya akan pulang hari ini dan berlebaran di Jakarta.

"Saya sih gak ambil pusing sama kerjaan rumah, Bu" begitu obrolan kami tadi pagi ketika tidak sengaja berpapasan diluar rumah. "Insya Alloh yang namanya kerjaan rumah ya mau dibikin berat ya berat, dibikin ringan ya ringan" kata tetanggaku sambil menyuapi anaknya. "Lagian Bu, semua ini bisa dikendalikan oleh saya sendiri. Mangkanya sejak dulu saya tidak mau bergantung pada pembantu"

Terus terang dia adalah orang pertama yang mengatakan hal ini kepadaku. "Kendali", sebuah kata yang cukup mahal ternyata di zaman ini. Setelah sejak beberapa hari ini aku mendengarkan keluhan dari adik ku, dari mama ku, dari sahabat ku dan dari sepupu ku tentang keluhan mereka menghadapi lebaran tanpa si mbak.

Sudah sejak lama aku memutuskan untuk memegang kendali untuk hal yang satu ini. Sejak menikah hampir 7 tahun yang lalu, kami hanya 1x mempunyai si mbak yang menginap dirumah itupun hanya bertugas menjaga Brina ketika aku masih harus bolak-balik kampus menjalani co-asst gelombang terakhirku.

Setelah aku lulus dan total 100% di rumah, kami memutuskan untuk mengambil si mba yang pulang hari. "Rumah tangga si eva gaya bule", begitu kata papaku mengomentari prinsipku..

Yah, ada benarnya juga. Dulu sih aku cuma berpikir praktisnya saja. Capek aja rasanya harus "makan ati" sama si mbak yang gak cocok sama kita. Capek aja rasanya harus deg-degan menunggu kepulangan dia sesudah mudik. Capek aja rasanya harus sana-sini cari pengganti kalo kita gak cocok. Itu aja alasanku untuk mengambil si mbak pulang hari sebagai asistenku, tidak mau capek dengan ini-itu...

Dengan si mbak yang pulang hari, sistem yang kita pakai adalah sistem pegawai saja. Dimana selama dia sedang bekerja, maka sikap profesional yang harus si mbak tunjukkan. Aku pun sebagai penggaji, juga tidak mau terlalu ikut terlibat dengan urusan-urusan pribadi dia. Jadi dia datang ke rumahku benar-benar hendak bekerja. That's all.

Ada untung ruginya juga berasistenkan si mbak yang pulang hari. Aku dan suami tidak bisa bepergian seenak kami. Untuk bepergian harus dengan planning karena harus mengajak Brina turut serta. Tapi yang menurut orang lain ini adalah "batasan" malah menjadi sebuah "keuntungan" buat keluarga kami.

Kami terbiasa merencanakan sesuatu dengan matang dan kami terbiasa untuk melihat sesuatu tidak berlebihan. Bukanlah sebuah persoalan besar, kalau memang tidak bisa mencari tempat tidur yang nyaman buat Brina selama perjalanan, misalnya. Atau bukan sebuah persoalan yang besar, bila aku tidak bisa bekerja di luar rumah seperti sebelum mempunyai Brina dulu. Kami sekeluarga terbiasa mentolerir hal-hal kecil dan beradaptasi dengan hal-hal yang buat orang lain menjadi "masalah".

Kendali, itu kata yang tepat. Kami sekeluarga tidak ingin ada sesuatu hal -yang seharusnya bisa dikendalikan- malah menjadi penghambat bahkan menjadi masalah terbesar kami. Mungkin lebih baik energi itu kami pergunakan untuk memperhatikan perkembangan Brina anak kami.

Dengan prinsip seperti itu, sampai sekarang aku hanya sempat 2x berganti si mbak. Yang pertama bekerja selama 4 tahun ketika kami masih tinggal di Rawamangun, dan yang kedua sekarang hampir 2 tahun bekerja dengan kami sejak kami sekeluarga pindah ke Kota Wisata.

Ah, itu kan kebetulan aja dapat mba yang bagus kerjanya, begitu pasti pendapat orang. Gak juga loh :) Kedua si mbak ini punya kekurangan masing-masing.

Bahkan untuk si mbak yang di Rawamangun, aku butuh sekitar 1 bulan untuk beradaptasi dengan dia. Kerjanya yang mau nya buru-buru aja, benar-benar membuatku harus bersabar mengajari dia. Tapi ya itu tadi, karena kami sudah berkomitmen untuk tidak membesar-besarkan hal-hal kecil, kekurangan si mbak tadi bisa sedikit demi sedikit diperbaiki. Bahkan "Rumah eva kayak dijilat setan", begitu kata adikku mengomentari betapa bersihnya rumahku tanpa debu yang melekat hehehehehe....

Si mbak yang kedua nyaris tanpa kekurangan. Dia sudah berpengalaman bekerja di rumah tangga puluhan tahun. Tapi karena sudah berpengalaman itulah terkadang dia tidak menyimak permintaan ku. Ada saja tugas yang ketinggalan dia kerjakan. Hal ini juga perlahan-lahan mulai bisa diperbaiki dengan aku "memecah" tugas yang harus dia lakukan dalam point-point kecil. Jadi dia tidak bingung dan bisa mengerjakannya dengan runut. Mungkin karena sudah agak berumur ya si mbak ini.

Ruginya yang lain dengan si mbak yang pulang hari adalah terbatasnya jam kerja mereka, karena biasanya di samping bekerja di rumah orang, mereka juga mempunyai tugas lain di rumah. Seperti si mbak Rawamangun yang harus segera membuka warung kecilnya sesudah bekerja dari rumahku. Sedangkan si mbak sekarang harus menjaga cucunya yang ditinggal orang tuanya bekerja. Si mbak pulang hari juga biasanya akan minta libur setiap hari Minggu. Terbatasnya jam kerja mereka ini membuat kami sekeluarga harus mandiri mengerjakan tugas rumah tangga. Seperti aku yang tetap harus menyapu rumah, mengepel dan mencuci baju setiap hari Minggu.

Apalagi biasanya rantang-rantang katering ku akan kembali setelah si mbak pulang. Sehingga harus aku sendiri yang mencuci dan merendam rantang-rantang itu setiap siang.

Gak mungkin dong, cuma gara-gara si mbak libur, maka setiap hari Minggu rumahku harus kotor dan cucian kotorku bertumpuk ?..hehehehe.. Biar bagaimana pun ini adalah rumah kami, keluarga kami, kami sekeluargalah yang paling bertanggung jawab terhadap keadaan kami. Bukan si mba, bukan siapa-siapa.

Alhamdulillah, kalau pada umumnya orang lain sedang deg-degan menunggu si mbaknya pulang sesudah mudik, atau kalau pada umumnya orang lain sedang kerepotan mencari pengganti si mbak, maka Alhamdulillah, sudah lama keluarga kami bisa memegang kendali terhadap hal ini.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home