Menulis itu mengasyikkan !....

“Siapa orang yang berani-beraninya bilang seperti itu”, begitu pikirku tadi malam ketika otak ini terasa sangat penat.

Sudah hampir sebulan ini, aku harus “memaksakan” diri untuk menulis setiap harinya karena tuntutan pekerjaan. Kehabisan ide, bingung mau apa lagi yang harus dituliskan, sampe pengen muntah ngeliatin tulisan di buku-buku referensi, dengan terseok-seok aku jalani hampir 30 hari ini.

Mungkin menulis akan mengasyikkan kalau kita hanya sekedar “menulis”. Tidak ada satu apapun beban yang menggantungi kita. Mungkin menulis akan mengasyikkan kalau kita menulis karena kita sedang “suka”, sedang mood, sedang happy, sedang pengen nulis.

Tapi, menulis itu mengasyikkan ?... Mmmmhhh tidak sepenuhnya benar !..

Hampir sebulan ini mau tidak mau aku harus “memaksa” keluar apapun yang ada dalam otakku. Maka aku tidak pernah percaya bahwa seorang penulis itu tidak harus membaca. Bahwa menulis itu hanya sekedar angan-angan dan khayalan.

Menulis butuh energi, butuh suntikan informasi. Dan semua itu tidak akan dapatkan kalau seorang penulis hanya berkutat sendiri dengan pikirannya. Kalaupun bukan seorang pembaca buku, pastilah seorang penulis adalah seorang pembelajar yang baik. Dia pasti selalu mengamati kondisi dan keadaan di sekelilingnya dengan “mata” yang berbeda dari orang kebanyakan.

Seorang penulis itu harus cerdas ternyata !.... Apa jadinya kalau sebuah teko terus-terusan menuangkan airnya sedangkan tidak ada sama sekali yang mengisinya kembali ? Seorang penulis haruslah seorang yang selalu meng-update dirinya. Bukan hanya mengupdate dirinya dengan hal-hal yang berkaitan dengan tulisannya, tapi juga harus mengupdate dirinya dengan segala informasi yang berseliweran saat ini.

“Menulis akan (menjadi) mengasyikkan”, kalau kita menyadari bahwa menulis sebenarnya adalah sebuah proses. Menulis akan mengasyikkan kalau kita punya tujuan yang jelas “ Untuk apa saya menulis ?”

“Aku tahu bahwa aku dilahirkan untuk berbagi sesuatu kepada orang lain lewat pekerjaanku”, begitu kata redaktur seniorku pekan kemarin. Yah, tujuan !. Kita harus punya tujuan besar untuk”menstimulus” syaraf-syaraf menulis kita. Menulis tanpa tujuan, menulis hanya dengan mengandalkan insting dan mood, pasti tidak akan bertahan lama.

Menulis pun butuh kehadiran hati di dalamnya. Menulis akan jadi mengasyikkan kalau kita menulisnya dengan hati. Menulis dengan hati berarti kita seakan berada di posisi pembaca kita. Kita selami bagaimana maunya pembaca. Menulis bukan hanya “egois” berbagi ide sendiri tanpa mengindahkan orang lain. Tapi menulis adalah berbagi ide, menulis adalah berusaha untuk “menyenangkan” kebutuhan orang lain, menulis adalah berusaha untuk “memenuhi” kebutuhan pembaca kita.

Maka tak heran, kita akan begitu terhanyut ketika membaca sebuah tulisan. Yah, karena kita merasa sudah “terpenuhi” oleh tulisan itu. Terpenuhi hasrat kita, terpenuhi keingintahuan kita dan terpenuhi “pertanyaan-pertanyaan” kita…

Menulis akan jadi sebuah ekstase buat penulisnya kalau kita tahu tujuan kita…

Ayo, kita "paksa" diri kita untuk menulis mulai hari ini !

2 Comments:

At November 23, 2007 at 9:43 PM, Anonymous Anonymous said...

stujuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
hihihi..

makanya maaf kan daku kalo sekarang newsletter bib pake team editor yaaa
hehe...

 
At November 27, 2007 at 8:31 PM, Blogger Jalan Jalan Pintar said...

whuahaaaaa...setuju banget nih...makanya di blog-ku ada berpuluh2 drafts yang belum kepublish...baru sepertiga, tiba2 otak mandek...

 

Post a Comment

<< Home