Penakut
Tuesday, March 18, 2008
Aku sama sekali gak pernah marah kalo dibilang sebagai penakut. Sama sekali gak pernah marah juga kalo dibilang "kurang berani ambil resiko". Gak pernah tersinggung juga kalo ada yang nyebut aku "maunya main aman".

Dari dulu aku emang penakut. Takut naik sepeda sendirian di jalan raya, takut kalo harus bolos bareng temen-temen di SMP dulu, takut telat karena musti dihukum lari keliling lapangan, takut nyontek karena takut dosa, dan sampe sekarang pun seringkali takut untuk mencoba hal-hal baru yang orang lain bilang namanya "tantangan".

Orang bilang hidup itu biar dinamis harus terus mencari tantangan. Orang bilang juga resiko akan membuat hidup kita lebih berwarna. Orang bilang juga dengan menantang resiko kita akan tahu seberapa besarnya potensi kita. Orang bilang juga kalo hidup tidak ada tantangan berarti bukan hidup lagi.

Bah, aku sama sekali gak peduli dengan omongan orang. Bagiku yang namanya tantangan hidup bukan lah sesuatu yang harus aku cari-cari. Hidupku saat ini sudah cukup repot "diganduli" dengan berbagai tanggung jawab dan kewajiban yang harus aku lakukan dalam peran sebagai manusia, perempuan, anak, tetangga, saudara, anggota masyarakat, istri dan bunda. Tantangan jenis apa lagi yang harus aku cari sekarang ? Semua kewajiban dan tanggung jawab ku sekarang saja sudah menguras habis energi ku sampai titik terakhir. Aku sama sekali tidak punya energi untuk mencoba tantangan baru yang kata orang akan membuat kita lebih "hidup" lagi itu.

Aku juga tidak mengerti kenapa aku harus mencari tantangan. Selama ini kesulitan apapun yang berkaitan dengan semua peranku tadi selalu aku hadapi dengan gagah berani. Aku tidak pernah lari di depan semua gunung yang aku daki ketika aku menjalani semua peranku. Tapi untuk mencari tantangan baru ? Sepertinya bukan "aku banget".

Apa mungkin orang yang senang mencari tantangan baru itu adalah orang yang sudah merasa cukup bagus dalam menjalani perannya di pentas sandiwara hidup ini ?. Apakah mungkin dia sudah merasa sudah bagus menjadi seorang ibu sehingga dia merasa bisa menjalani "keinginan pribadinya akan materi" dengan meninggalkan anak-anaknya dengan pembantu di rumah ? Apakah mungkin dia sudah merasa bagus sebagai seorang suami, sehingga dia merasa bisa meninggalkan keluarganya untuk menjalani "keinginan pribadinya akan karir" selama hampir 24 jam di luar rumah ?

Hmmh adakah orang lain yang bisa menggantikan peran kita dalam kehidupan ini ?. Benarkah sebuah peran dalam panggung sandiwara hidup ini bisa digantikan oleh orang lain ?

Mungkin naif pikiranku. Mungkin aku bukan seorang yang suka tantangan. Apalagi kalo tantangan itu harus dicari-cari dan harus meninggalkan kewajibanku yang utama. Mungkin aku adalah seorang yang perfeksionis, yang ingin semua sempurna di mata ku dan yang ingin memberikan yang terbaik buat orang-orang di sekitarku. Aku cuma "jalan di tempat" karena ke-perfeksionisan-ku ? Aku tidak peduli, setidaknya amanah yang ada dalam genggaman-lah yang aku jalankan dengan sebaik-baiknya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home