Budak Uang
Thursday, January 24, 2008
"Jangan jadi budak duit dalam hidup kamu", ini nasehat yang kemaren malam dilontarkan oleh mama. Gak tau kenapa tiba-tiba beliau menelepon dan bercerita panjang lebar mengenai uang malam tadi. Apakah beliau khawatir terhadap sesuatu ? Apakah beliau hanya sekedar memberi nasehat ? Atau ada maksud lain ? Tumben mama sepertinya berceramah padaku, biasanya aku selalu diperlakukan sebagai teman olehnya.

Aku akui sebagai manusia dengan umur yang masih kemaren sore, pesona uang memang terkadang membuatku lupa. Terutama aku sering lupa bahwa yang namanya uang itu hanyalah sekedar alat tukar. Alat tukar untuk membeli makanan penyambung hidup. alat tukar untuk aku agar mendapatkan tempat berteduh dan sebagainya. Uang bukan benda abadi yang bisa kita simpan terus menerus, apalagi kita jadikan jaminan hidup bahagia kita.

Aku akui juga bahwa aku sering lupa kalau uang itu sebenarnya hanyalah pelengkap kehidupan. Bukan uang yang menentukan bagaimana hidup ku. Tapi bagaimana hidup yang aku inginkan itulah yang paling penting. Dan uang hanya berperan sebagai faktor kesekian dalam proses ini.

Ketika aku tahu dengan persis bagaimana corak hidup yang aku inginkan maka pada saat itulah uang akan mencukupkan dirinya sendiri. Orang yang merasa selalu kekurangan uang adalah orang yang tidak tahu apa tujuan hidupnya.

Kita memang perlu uang. Setiap manusia perlu. Aku pun memerlukannya. Tapi apakah harus dengan sebegitu "tunggang langgang" nya kah aku mendapatkannya ?. Ketika aku sudah tahu dengan persis porsiku, maka aku pasti akan merasa kenyang pada waktunya.

Ini persis dengan orang berdiet. Orang berdiet harus mengatur pola makan dan berapa banyak makanan yang masuk ke perutnya. Ketika berdiet kita akan selalu berusaha untuk makan pada waktunya dengan besar kalori yang di sesuaikan dengan kebutuhan pada jam itu. Mungkin pada saat-saat awal, keharusan ini belum terbiasa kita lakukan tapi gak usah menunggu lama, dalam seminggu pola diet ini akan sangat mudah dilakukan.

Begitu pula uang, sama seperti makanan, uang pun adalah pemuas nafsu manusia juga. Dia bisa diatur, bisa ditata dan bisa kita buat sedemikian rupa sesuai kebutuhan kita.

Orang yang merasa tidak tahu sampai seberapa jauh dia harus "mengejar uang" adalah orang yang tidak akan pernah tahu keinginan dan kebutuhannya. Aku tidak mau jadi manusia seperti itu.

Simpel aja !...
Detoks
Monday, January 21, 2008
Detoks ku bulan ini adalah detoks terberat. Kalau bulan-bulan lalu, biasanya proses ini hanya menyebabkan aku "sedikit" mencret-mencret, entah kenapa bulan ini detoks rutin ini menghinggapi belakang kepalaku sehingga terasa sangat sakit dan berat.

Sepertinya aku tetap menjaga makananku. Tidak sembarangan seperti dulu lagi. Aku rutin makan sayur dan buah, banyak minum air putih dan tidak makan obat-obatan sama sekali kalau tidak perlu. Tapi kenapa aku sampai merasa sangat kewalahan bulan ini ?

Apa yang akan terjadi seandainya sekali-sekali gumpalan darah bernama hati di dada ini juga ikut di detoksifikasi. Mungkin segala kerak dengki, iri, suka mengeluh-ku, suka pamer, cepat bangga dan ingin dipuji-ku akan ikut keluar bersama kotoran. Tapi mungkin juga segala kerak itu akan susah untuk dikeluarkan karena sudah sedemikan melekat dan banyaknya kerak itu menempel di dinding hati ini. Hati dibuat sempit karenanya.

Ada yang bilang, detoksifikasi hati yang paling bagus adalah dengan banyak memberi kepada orang lain. Tapi bagaimana kita bisa memberi, kalau kita selalu merasa berkekurangan ? Ada juga yang bilang, membersihkan hati itu bisa kita lakukan dengan bersyukur. Tapi bagaimana bisa bersyukur bila kita merasa apa yang sudah Dia berikan selalu tidak cukup ? Yang aneh, ada yang bilang bahwa membersihkan hati itu adalah berarti "selalu melihat ke bawah". Tapi bagaimana itu bisa dilakukan bila saat ini kita sudah berdiri terlalu tinggi ?

Hati yang kotor bagaikan cermin yang kotor, ini kata baginda Rasul. Hati yang kotor tidak akan bisa menangkap cahaya kebaikan. Segala apapun tingkah laku orang selalu kita pandang negatif, apa yang orang lakukan kita anggap sebagai ancaman, penuh prasangka, itulah yang akan terjadi pada seorang manusia bila hatinya hitam gelap tiada cahaya.

Harta, kedudukan, dan keluarga juga bisa membutakan hati kita. Mungkin tidak dengan cara menutupinya dengan kotoran seperti tadi, tapi uang, harta benda, jabatan akan perlahan menutupi hati kita dengan kilat kebendaannya. Sesuatu yang sesungguhnya bersifat sementara yang seharusnya tidak berada terlalu lama dan tidak terlalu dalam dalam hati kita.

"Orang yang bersih hatinya adalah orang yang ikhlas", ini kata guru ngaji saya. Duh, ikhlas. Sebuah kata yang sangat dalam maknanya. Saat hati kita cemerlang, lapang dan luas, maka apapun yang terjadi pada diri kita akan kita lakoni dengan datar saja. Apabila kita diberikan rezeki maka pasti bersyukur. Dan bila di beri musibah maka pasti bersyukur juga.

Ikhlas juga berarti tidak mengingat-ingat lagi apapun amal kebaikan yang sudah kita lakukan untuk orang lain. Karena akan selalu yakin bahwa benih kebaikan yang kita tabur nanti pasti akan ada buahnya suatu hari kelak. Tidak perlu ditunggu, tidak perlu dinanti, itu sudah pasti.

Membersihkan hati hasilnya ikhlas. Dan ikhlas akan berbuah manis di kehidupan berikutnya.
Besok 40 hari setelah papa meninggal. Gak ada yang istimewa sebenarnya, tapi ini berhubungan sejuta persen dengan yang namanya sebuah kenangan. Kangen rasanya gak ada papa lagi, oleh karena itu, sengaja selama 40 hari ini aku pajang besar-besar foto papa di blog ku. Hanya berharap secuil kenangan itu akan selalu ada dalam hati ini.Benar, kita akan merasa sangat kehilangan ketika sesuatu itu sudah terlepas dari genggaman.

Aku pun baru mengerti hakikat kehidupan ketika 40 hari lalu, aku melihat dengan jelas perlahan jasad papa dimasukkan ke dalam liang lahat. Sendirian, tanpa teman. Duh Alloh, duh Robb ku, jangan sampai saat ajalku tiba aku belum juga mendapatkan jawaban dari pertanyaan besar itu: “Apa yang kau cari dalam hidup, wahai manusia ?”

Gak disangka, antrian ku untuk mendapatkan giliran blogku didandani sudah datang. Sempat sedikit terputus karena papa meninggal. Tapi mba Ria adalah orang yang menyenangkan. Semua keinginan dan harapanku tentang sebuah blog, dia beri wadah dalam bingkai kreativitasnya. Sebenarnya aku bukanlah orang yang cerewet dan rewel. Aku hanya tidak bisa terlalu memilih sekian pilihan. Yah, walaupun yang namanya hidup itu adalah pilihan, tapi rasa-rasanya tidak sebanyak itu jalan yang harus kupilih selama hidupku.

Sengaja juga tahun 2008 ini aku tidak membuat resolusi apapun. Bukan apa-apa, tapi hutang resolusiku tahun lalu masih belum lunas. Gak enak saja rasanya dikejar-kejar hutang, di gedor-gedor oleh seorang debt collector yang bernama “janji”. Bukankah resolusi itu sebuah janji ? Dan janji itu harus kita tepati ?

Tumpukan hutangku sudah banyak. Tidak perlu lagi aku tambah hutang-hutang ku itu dengan impian yang belum pasti bisa aku tepati. Tapi apakah tahun 2008 akan berjalan begitu saja, tanpa rencana dan motivasi ? Hanya mengalir ? Tidak juga. Aku juga punya sebuah rencana besar di tahun ini. Sebuah rencana yang Insya Alloh akan membantuku melunasi hutang-hutang resolusi ku tahun-tahun lalu.

Sebuah rencana besar yang mengikutsertakan buah hati kami. Insya Alloh kami berdua, orang tuanya, akan mengantar anak kami itu ke sebuah tangga naik dalam kehidupannya. Sepertinya inilah tahun yang paling tepat untuk “memberikan” segenap waktu dan konsentrasi kami kepada bidadari kecil itu. Tahun inilah dia sangat butuh didampingi oleh orang-orang terdekatnya.

Sebenarnya hal ini bukanlah rencana atau resolusi atau apapun namanya. Tapi mengantarkan anak ku melangkah ke babak baru adalah kewajibanku sebagai orang tua. Kalau pun ada yang bertanya apa resolusi ku tahun 2008 ini, barangkali aku akan menjawabnya : "Resolusi ku adalah menjalankan kewajibanku sebaik-baiknya tahun ini, sebagai ibu, sebagai sahabat dan sebagai teman buat anakkku"

Doakan aku ya !..