Cing Cay Lahhh ......
Friday, November 30, 2007
Seorang teman sering sekali menggembirakan hati saya. Bukan karena senyumnya yang manis, bukan juga karena dia sering memberikan hadiah kepada saya atau bukan juga karena saya akrab dan dekat dengannya.

Hubungan saya dengan dia biasa-biasa saja. Kami tidak sering menelepon, bahkan obrolan saya dengannya terjadi beberapa bulan yang lalu sebelum lebaran.

Sosoknya biasa saja. Dia tidak pernah menonjolkan dirinya di depan saya. Biasa saja. Kalau dia bercerita tentang sesuatu maka saya pasti percaya bahwa itulah yang memang terjadi padanya. Tidak pernah ada prasangka diantara kami.

Tapi kegemarannya untuk "memudahkan" segala urusan saya, itulah yang saya kagumi dari dia. Yah, saya tahu bahwa sering sekali saya baru kembali menghubunginya kalau saya sedang butuh bantuannya. Tapi herannya dia tidak pernah menolak.

Seperti pagi ini, saya menghubunginya karena saya butuh jasa dia memuluskan proyek dalam pekerjaan baru saya. Tanpa banyak omong dan banyak tanya dia langsung mengiyakan saya. Dan keluarlah kata favoritnya "Cing cay lah itu, Va... Aku pasti bantu kamu "

Adem. Begitulah kesan saya ketika tadi menghubunginya. Gak nyangka begitu "mudah" nya keluar dari masalah yang "membelit" saya. Saya tidak merasa dipersulit, dia percaya bahwa saya memang sedang butuh bantuan.

Tabungan emosi kita pada orang lain memang akan berbuah kelak. Sebuah investasi yang sangat berguna dalam kehidupan. Tabungan yang tidak akan merugikan kita dan akan mebahagiakan orang lain.

"Barang siapa yang memudahkan jalan orang lain maka DIA pun akan memudahkan kita", begitulah kata hadist. Sungguh, sebenarnya simpel saja hidup ini. Perlakukan saja orang lain seperti kita mau diperlakukan. Jangan sekali-kali memberikan orang lain "bagian" yang bahkan kita pun tidak mau memakannya.

Apa sulitnya jadi orang yang "memudahkan" orang lain. Hanya butuh sebuah niat dan keyakinan bahwa semuanya akan berbuah manis pada waktunya. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa setiap orang akan dibalas sesuai dengan perbuatannya.

Di saat kita terhubung dengan orang lain lewat hati maka kita akan mengerti posisi dan kedudukannya. Terkadang tidak banyak yang diminta orang lain untuk membantu dirinya. Terkadang mereka cuma butuh "dibukakan jalan". Apa sih susahnya "membuka gerbang" ? Kalo memang kita punya kuncinya dan tahu jalan nya, tidak akan merugi sepeserpun apabila kita lakukan untuk orang lain.

Kalau saja semua orang berpikir sesimpel itu maka tidak akan ada orang yang bersusah hati di dunia ini. Manusia akan senantiasa yakin bahwa segala urusan dan masalah yang dia hadapi tidaklah dihadapi "sendirian".

Mempermudah urusan juga bisa jadi tali silaturahmi. Siapapun dia pasti akan selalu mengingat orang yang sudah membantu memecahkan masalahnya. Tidak mustahil juga kita akan selalu dibawa dalam doa-doanya. Dan tidak mustahil juga dia akan berbuat yang sama jika orang lain membutuhkan bantuannya.

Sesungguhnya perbuatan baik dan membekas itu bagai bola salju yang menggelinding semakin cepat. Bila ada seseorang yang merasa tersentuh hatinya akibat sebuah perbuatan baik, maka dia akan meneruskan perbuatan baik itu juga kepada orang lain. Dan begitu seterusnya...

Mudahkanlah urusan orang lain, niscaya jalan akan selalu terbentang luas di depan kita. Percaya aja !
Kamu Pikir Gampang ?...
Wednesday, November 28, 2007
Kamu pikir gampang jadi saya ? Kamu kan gak tau apa saja masalah saya ? Apa kamu pikir cuma masalahmu saja yang paling berat di dunia ini ? Gak usah belagak jadi orang paling menderita sedunia. Jalani saja hidupmu, syukuri dulu yang sudah DIA kasih buat kamu… Kamu pikir bersyukur itu gampang ?

Kamu pikir enak jadi saya ? Tapi mau bagaimana ? Apa saya harus terus-terusan membenturkan kenyataan dengan mimpi seperti kamu ? Saya gak mau jadi pemimpi seperti kamu. Saya memang punya cita-cita, tapi saya gak mau ngoyo seperti kamu. Kamu pikir gampang untuk menerima apapun yang menjadi “jatah” kita? Kamu pikir gampang untuk ikhlas ?

Salahkan saja seluruh dunia ini kecuali dirimu. Memang enak menyalahkan orang lain atas kesalahan yang kamu buat. Kamu pikir gampang jadi manusia ? Kamu pikir gampang untuk bertanggung jawab ? Jangan-jangan kamu tidak pernah tahu arti tanggung jawab. Tunjuk dirimu sendiri, itu artinya !

Ini hidup saya !. Kamu pikir gampang menjalani hidup ? Kamu pikir gampang menjalani itu-itu saja setiap harinya ? Tapi saya harus bagaimana ? Bukannya saya tidak punya pilihan. Tapi saya tidak mau melihat rumput tetangga. Ini hidup saya, dan saya harus ada disini untuknya. Kamu pikir gampang jadi saya ?

Kamu pikir gampang jadi perempuan ? Kamu pikir saya pernah memiliki hidup saya seratus persen ? Kamu pikir hidup saya sempurna ? Kamu pikir inilah yang sudah saya inginkan ? Kamu pikir ini lah pencapaian terbesar saya ?

Jangan salah !
Benarkah tidak ada pilihan yang salah ? Benarkah semua pilihan itu benar di saat kita yakin menjalaninya ?

Hampir runtuh anggapan ku itu ketika merenungkannya. Yah, seharusnya memang ada yang menuntun manusia untuk memilih. Manusia tidak bisa seenaknya memilih dan menganggap bahwa konsekuensi pilihannya itu cuma dirinya saja yang menanggungnya.

Yakin kalau semua yang kita jalani tidak berpengaruh kepada orang lain ? Benarkah manusia hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri ? Benarkah tidak ada yang akan terluka dengan pilihan yang kita buat ? Siapa yang sebenarnya harus dikorbankan, diri kita sendiri atau orang lain ?

Pilih uang atau keutuhan keluarga ?...

Pasti kebanyakan dari kita akan memilih keutuhan keluarga. Tapi jawaban ini tidak akan sebegitu mudahnya untuk dipilih oleh seseorang yang “merasa” sudah kekurangan uang hampir seumur hidupnya…

Apakah benar ketika orang sudah merasa bosan dengan kesulitan hidup dia akan cenderung berpikir pendek ?... Tapi bukan kah itu sesuatu yang wajar, toh memang hidup ini butuh uang ?.. Bukankah yang namanya prioritas itu berbeda ? Apakah memang ada sebuah standarisasi dari sebuah urutan prioritas ?.. Kebahagiaan ? Hati Nurani ? Apa ?..

Kenapa manusia selalu dihadapkan dengan dua pilihan yang membingungkan ? Darimana kita tahu bahwa pilihan itu benar atau salah ? DIA-kah yang akan memberitahu kita ? atau kita memang harus memilih dan membayar “harganya” ?

Jadi ketika akhirnya dia melangkah memilih uang dan meninggalkan keutuhan keluarga dibelakangnya, aku hanya berusaha untuk memahaminya. Jujur, aku hanya kasihan sebenarnya melihat dia meninggalkan semua yang sudah ada dalam genggamannya. Tapi mau bagaimana lagi, aku bukanlah nabi pembawa nasehat, juga bukan seorang malaikat pembawa pesan. Yang bisa aku lakukan hanyalah mencoba untuk “berada dalam sepatunya” sekarang.

100% aku tidak mengerti, ketika sebuah tatanan moral (yaitu keutuhan) yang sebegitu mulia harus kalah dengan uang. Sepertinya dia tidak peduli lagi akan kehilangan segalanya demi uang. Dia sudah merasa teramat bosan dengan kemiskinan. Dia yakin bahwa uang bisa membeli masa depannya, bisa membuat keluarganya akan utuh kembali kelak.

Jodoh, itu saja kata kuncinya. Kalau sudah berjodoh dia merasa yakin akan dipersatukan kembali dengan keluarganya. Kalaupun tidak, maka ini adalah takdir. Benarkah ini takdir ? Bukan lah konsekuensi dari sebuah pilihan ? Kenapa bisa begitu mudah menyalahkan takdir atas kesalahan pilihan yang kita buat. Bukankah takdir itu adalah hasil dari perbuatan manusia sendiri ?.

Aku menganggap bahwa takdir sebenarnya adalah hasil “pilihan” manusia. Takdir tidak diturunkan begitu saja dari langit dan diterima oleh manusia begitu saja di bumi. Takdir yang terjadi pada kita kelak pasti adalah hasil dari pilihan-pilihan hidup yang sudah kita jalani saat ini.

Tapi pada siapa kita bisa menetapkan pilihan ? Untuk kepentingan diri sendiri atau untuk kepentingan orang lain ? Benarkah manusia bebas 100% untuk memilih ?

Saat akhirnya dia lebih memilih uang daripada keutuhan keluarganya, aku hanya bisa menangis kecil dalam hati. Tiada siapapun yang akan tahu saat ini apakah pilihannya benar atau salah. Sesungguhnya hanya waktu yang akan menentukannya..

Jangan salah memilih !
Karma does Exist
Saturday, November 24, 2007
Kalau ada yang bilang bahwa hidup itu hanyalah pengulangan-pengulangan kejadian yang pernah terjadi, mau tak mau aku akan mempercayainya.

Melihat sebatang pohon yang tumbuh dengan daun-daun muda yang menggantikan daun tua yang berguguran, melihat putik-putik bunga yang mucul malu-malu setelah aku petik buah matangnya pekan kemarin. Melihat bahwa setiap langkah yang aku lakukan juga adalah pengulangan dari serangkaian langkah-langkah kecil. Mana mungkin aku akan sampai "di sana" kalau langkah-langkah kecil itu tidak aku ulang terus menerus.

Banyak yang berubah, Banyak yang datang dan pergi.

Ketika aku mulai melihat seluruh kejadian di dunia ini dengan mata yang lebih "terbuka". Ketika aku mulai menemukan secara "penuh" kesadaranku, maka aku semakin paham bahwa segala yang terjadi di dunia ini akan "terpantul" kembali kepada kita.

Banyak orang yang menganggap bahwa DIA telah "menghukumnya". Sesungguhnya manusia itu sendiri yang "menghukum" dirinya. Manusia tidak pernah sadar 100% bahwa apapun yang terjadi pada dirinya adalah tanggung jawab dirinya sendiri.

Tapi bagaimana manusia akan bertanggung jawab kala dia tidak tahu misi hidupnya diatas dunia ini. Ada yang mencari uang untuk kebahagiaan, ada yang mencari kebahagiaan buat dirinya sendiri, tapi ada juga yang tidak pernah tahu tujuan hidupnya sampai mati.

Sesungguhnya semua ini hanyalah pengulangan-pengulangan semata. Apa yang kita lakukan setiap hari sebenarnya mempunyai tujuan besar di belakangnya. Jangan pernah menyangka bahwa sesuatu yang buruk yang menimpa kita bukanlah pengulangan dari perbuatan kita di masa lalu.

Apapun yang terjadi, apakah itu baik atau buruk, manis atau pahit, seharusnya kita siap menerimanya. Karena itu hanyalah pengulangan dari semua perbuatan kita.

Jalanilah rutinitas kehidupan ini dalam keadaan sadar sepenuhnya. Jangan biarkan semuanya mengalir, sampai akhirnya kita merasa ini hanya kewajiban. Tapi juga jangan ngotot memasang target dalam menjalani pengulangan-pengulangan itu karena hanya akan menuai perasaan tidak pernah puas.

Sekecil apapun, se-sepele apapun misi hidup kita, bukan tidak mungkin akan membawa kebahagiaan abadi di dunia berikutnya.

Karma does exist ....
Menulis itu mengasyikkan !....

“Siapa orang yang berani-beraninya bilang seperti itu”, begitu pikirku tadi malam ketika otak ini terasa sangat penat.

Sudah hampir sebulan ini, aku harus “memaksakan” diri untuk menulis setiap harinya karena tuntutan pekerjaan. Kehabisan ide, bingung mau apa lagi yang harus dituliskan, sampe pengen muntah ngeliatin tulisan di buku-buku referensi, dengan terseok-seok aku jalani hampir 30 hari ini.

Mungkin menulis akan mengasyikkan kalau kita hanya sekedar “menulis”. Tidak ada satu apapun beban yang menggantungi kita. Mungkin menulis akan mengasyikkan kalau kita menulis karena kita sedang “suka”, sedang mood, sedang happy, sedang pengen nulis.

Tapi, menulis itu mengasyikkan ?... Mmmmhhh tidak sepenuhnya benar !..

Hampir sebulan ini mau tidak mau aku harus “memaksa” keluar apapun yang ada dalam otakku. Maka aku tidak pernah percaya bahwa seorang penulis itu tidak harus membaca. Bahwa menulis itu hanya sekedar angan-angan dan khayalan.

Menulis butuh energi, butuh suntikan informasi. Dan semua itu tidak akan dapatkan kalau seorang penulis hanya berkutat sendiri dengan pikirannya. Kalaupun bukan seorang pembaca buku, pastilah seorang penulis adalah seorang pembelajar yang baik. Dia pasti selalu mengamati kondisi dan keadaan di sekelilingnya dengan “mata” yang berbeda dari orang kebanyakan.

Seorang penulis itu harus cerdas ternyata !.... Apa jadinya kalau sebuah teko terus-terusan menuangkan airnya sedangkan tidak ada sama sekali yang mengisinya kembali ? Seorang penulis haruslah seorang yang selalu meng-update dirinya. Bukan hanya mengupdate dirinya dengan hal-hal yang berkaitan dengan tulisannya, tapi juga harus mengupdate dirinya dengan segala informasi yang berseliweran saat ini.

“Menulis akan (menjadi) mengasyikkan”, kalau kita menyadari bahwa menulis sebenarnya adalah sebuah proses. Menulis akan mengasyikkan kalau kita punya tujuan yang jelas “ Untuk apa saya menulis ?”

“Aku tahu bahwa aku dilahirkan untuk berbagi sesuatu kepada orang lain lewat pekerjaanku”, begitu kata redaktur seniorku pekan kemarin. Yah, tujuan !. Kita harus punya tujuan besar untuk”menstimulus” syaraf-syaraf menulis kita. Menulis tanpa tujuan, menulis hanya dengan mengandalkan insting dan mood, pasti tidak akan bertahan lama.

Menulis pun butuh kehadiran hati di dalamnya. Menulis akan jadi mengasyikkan kalau kita menulisnya dengan hati. Menulis dengan hati berarti kita seakan berada di posisi pembaca kita. Kita selami bagaimana maunya pembaca. Menulis bukan hanya “egois” berbagi ide sendiri tanpa mengindahkan orang lain. Tapi menulis adalah berbagi ide, menulis adalah berusaha untuk “menyenangkan” kebutuhan orang lain, menulis adalah berusaha untuk “memenuhi” kebutuhan pembaca kita.

Maka tak heran, kita akan begitu terhanyut ketika membaca sebuah tulisan. Yah, karena kita merasa sudah “terpenuhi” oleh tulisan itu. Terpenuhi hasrat kita, terpenuhi keingintahuan kita dan terpenuhi “pertanyaan-pertanyaan” kita…

Menulis akan jadi sebuah ekstase buat penulisnya kalau kita tahu tujuan kita…

Ayo, kita "paksa" diri kita untuk menulis mulai hari ini !
Mencintai-mu
Tuesday, November 20, 2007
(ayah di paling kanan)

AKU INGIN
by: Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Kita -Perempuan- dan Uang (kisah 2)
Thursday, November 15, 2007
Ketertarikanku pada hubungan antara uang dan perempuan merupakan suatu kebetulan. Sekian banyak blogwalking di sela-sela kesibukanku, sekian banyak membaca cerita hari-hari teman2 maya, sekian banyak mengobrol dengan para teman perempuan, membuat aku mengambil kesimpulan bahwa “berbagai macam perempuan berarti berbagai sudut pandang juga tentang uang”.

Ada seorang teman, siang itu di toko nya di sebuah mall di kawasan Taman Mini dia bercerita padaku bahwa sudah sejak 3 tahun dia begitu terobsesi mempunyai usaha sendiri. Saat ini dia sedang giat-giatnya mengurusi toko pertamanya. Dulu dia adalah seorang pekerja kantoran, mempunyai gaji tetap dan tunjangan kesehatan sendiri. “Suamiku hampir tidak pernah tahu untuk apa saja uang gajiku aku pergunakan. Aku bebas, Va. Aku bisa menabung, aku bisa belanja ini-itu, bisa menyenangkan anak ku dengan keinginannya”

Buat perempuan ini uang berarti ”kebebasan”. Kalau perempuan teman ku yang lalu menganggap uang adalah berarti “rasa aman”, maka pada aspek “uang adalah kebebasan” inilah aku menyadari sangat berartinya uang buat seseorang. Dia bercerita bahwa dengan memiliki uang sendiri mempunyai arti yang lebih luas bagi seorang perempuan. Ini sekaligus menunjukkan keberdayaan perempuan dan kemandirian perempuan.“Gak hanya dengan bekerja kita bisa mencari uang, Va..Bisa dengan berwiraswasta sepertiku sekarang”.

Tanpa sadar aku pandangi sekeliling tokonya. Mmmh..toko yang cukup manis dengan berbagai produk keperluan rumah tangga bergantungan disana-sini. “Emang sih hasil tokoku sekarang belum menyamai gajiku dulu. Tapi setidaknya sekarang aku bebas menentukan mau seberapa banyak uang yang aku hasilkan”. Dia menjaga toko ini sendiri mengelolanya sendiri, yah seperti yang dia katakan dia benar-benar “bebas” sekarang.

“Kebebasan” hal yang semu sebenarnya. Tapi banyak orang menganggap bahwa “bebas” berarti dia bisa menentukan nasibnya sendiri, bahwa “bebas” berarti dia bisa menentukan mau nya sendiri. Dan seringkali orang mengaitkan “bebas” dengan “uang”. Menghasilkan uang berarti Mandiri, menghasilkan uang berarti Berdaya. Menghasilkan uang berarti Bebas. Itulah anggapan umum orang saat ini.

Kembali ke temanku tadi, aku melihat benar-benar sudah bebas dia sekarang. Baginya keputusan nya untuk berhenti kerja tidak mengubah apapun dalam dirinya. Toh saat ini dia masih “mandiri” dan “berdaya”. Toh saat ini dia masih bisa menghasilkan uang. Dia masih bebas sekarang.

Seperti halnya pada seorang laki-laki, uang dan pekerjaan memang memegang peranan penting dalam kehidupan. Berapa banyak seorang laki-laki merasa depresi karena tidak mempunyai pekerjaan tetap atau tidak mempunyai penghasilan tetap. Tapi seperti dua mata koin yang berbeda, banyak juga laki-laki yang melepaskan pekerjaannya dengan alasan bosan, tidak menikmati pekerjaannya karena tujuannya hanya mencari uang, ingin bebas menentukan nasibnya sendiri dan lain-lain.

Keinginan untuk bebas yang hanya berdasarkan uang ternyata sering tidak bertahan lama. Seharusnya “bebas” ya berarti “bebas”. Tidak ada yang membatasinya baik itu uang, rasa bosan ataupun segala hal yang berbau fisik. Tidak berarti perempuan pekerja kantoran tidak “bebas” dalam hidupnya. Tidak berarti juga seorang ibu rumah tangga juga “bebas” dalam hidupnya. Tidak berarti juga perempuan pengusaha bisa “bebas” dalam hidupnya.

“Bebas” seharusnya lebih mendengar kata hati, menjalani apa yang kita senangi dan menjalani hari-hari dengan keikhlasan. Ada yang mau komentar ?....
Si Kecil Mungil Shabrina
Wednesday, November 14, 2007

Kata orang Brina anakku adalah jiplakan langsung dari ayah nya waktu kecil dulu. Kurus tinggi dan susah makan. Persis seperti ayahnya Brina juga seperti kutu loncat. Hampir tidak mau diam, kerjaannya lari kesana loncat kesini. Seakan energinya selalu tersedia.

Kata orang juga, sifat dan tingkah laku Brina persis dengan ku waktu kecil dulu. Agak penakut kalo di depan orang baru tapi selalu berani mengatakan yang ada dalam pikirannya.

Dia memang buah hati kami. Perpaduan sempurna dari kami. Buah cinta kami...Alhamdulillah !
Kita -Perempuan- dan Uang (kisah 1)
Tuesday, November 13, 2007
Banyak hal yang melatarbelakangi pendapat seorang perempuan terhadap uang. Banyak juga hal yang membuat seorang perempuan berbeda dengan perempuan lain dalam hal menyikapi uang. Banyak hal yang membuat seorang perempuan berubah cara pandangnya terhadap uang. Begitu pula tidak ada yang salah dengan perbedaan-perbedaan itu. Tapi yang mana yang cocok buat kita dan apa yang seharusnya kita lakukan terhadap uang, itulah yang penting !...

Ada seorang teman yang juga seorang ibu Stay at Home. Kesehariannya hanya mengurusi rumah tangga dan anak-anaknya. Sekilas tampak dia sepertinya tidak terlalu peduli dengan hal yang bernama “uang”. Dia menerima semua gaji yang diberikan suaminya setiap bulan dengan hati yang lapang dan ikhlas, setidaknya begitulah pengakuannya. Dia juga berusaha untuk selalu mencukupi seluruh keperluan rumah tangganya dengan hasil keringat suaminya itu. Bahkan tanpa sepengetahuan suaminya, sedikit demi sedikit dia mencoba menyisihkan gaji suaminya untuk menabung.

“Yah yang namanya uang, Va, tidak kata cukup didalamnya”, katanya mengawali obrolan panjang kami. “Banyak pengorbanan yang harus aku bayar kalo aku bekerja. Anak-anak ku yang mau tidak mau harus dirawat orang lain, ya rumah tanggaku, ya waktuku, ya tingkat stressku. Terlalu banyak yang harus aku bayar,Va”, katanya lagi.

Teman ini begitu menarik bagiku. Karena walau “sepertinya” dia tampak bahagia dan puas dengan hidupnya saat ini tapi dari bahasa tubuh dan tatapan matanya aku bisa melihat ada sesuatu yang mau dia ungkapkan. Aku menohoknya langsung dengan pertanyaan “Apa arti uang bagi kamu sendiri?. Apakah kamu merasa sudah memiliki dirimu sendiri dengan keadaan seperti saat ini ?“. Dia seakan terkejut mendengar pertanyaan ku. Teman ini memang terlihat bahagia, tapi bukan itu yang aku ingin tanyakan. Bukan tentang orang lain, bukan tentang anak-anaknya, bukan tentang suaminya, bukan juga tentang keluarganya. Aku hanya ingin bertanya tentang DIRINYA.

Akhirnya meluncurlah cerita dari mulutnya. Betapa dulu dia selalu melihat ibunya harus bekerja keras mencukupi nafkah keluarganya karena perceraian dengan ayahnya. “Aku selalu melihat dia terus terlihat begitu lelah,Va. Seakan ibu berlari melewati lingkaran tiada berujung setiap harinya. Kerja, kerja dan kerja..Begitu terus setiap harinya” katanya. “Aku tidak mau seperti itu,Va. Arti seorang perempuan adalah pada keluarganya adalah pada rumah tangganya. Seorang perempuan itu memang seharusnya berada di dalam rumah. Dia tidak cocok ada diluar rumah untuk bekerja dengan segala intrik dan sikutannya. Itu pelajaran yang bisa aku ambil dari ibuku” lanjutnya. “Senang rasanya seperti ini. Ada yang mengurusiku, ada yang bertanggung jawab kepadaku terhadap uang. Aku dan suami berbagi tugas dalam rumah tangga kami. Ini impianku sejak dulu”

Naif tampaknya..Tapi itulah yang terjadi. Perasaan ada yang mengurus semua keperluan kita. Perasaan bahwa ada seseorang yang ikut bertanggung jawab terhadap hidup kita. Perasaan terjamin dan aman. Bagi temanku, perasaan aman ini adalah berarti berbagi tugas dengan sang suami. Dia bekerja mencari nafkah diluar sedangkan temanku mengurusi rumah tangganya di rumah. Pengalamannya melihat bagaimana ibunya jungkir balik sedemikian rupa bekerja siang malam ternyata menorehkan bekas yang dalam dalam hatinya.

Bagi temanku itu, uang berarti keamanan keterjaminan dimana dia bisa menumpukan tanggung jawab itu kepada orang lain yaitu suaminya. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Itu hanyalah pengalaman yang melatarbelakangi jalan hidupnya. Benarkah harus ada yang bertanggung jawab terhadap hidup seorang perempuan ?.. Dalam Islam, seorang perempuan yang masih gadis adalah tanggung jawab keluarganya, sedangkan buat seorang perempuan yang beristri, tanggung jawab itu berpindah kepada suaminya. Sedangkan bagi seorang perempuan yang janda, tanggung jawab itu berpindah lagi ke keluarga dan pemerintah.

Benarkah hal ini juga berlaku dalam hal uang ? Benarkah seorang perempuan bisa mengandalkan orang lain dalam hal uang ?


Komunitas Bike to Work (B2W) mengadakan kampanye tentang PERUBAHAN IKLIM GLOBAL bekerjasama dengan kementerian KLH dalam rangka menyambut konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh PBB (UNFCCC) yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali 3-14 Desember 2007.

Kampanye oleh B2W berupa bersepeda dari Jakarta-Bali yang diikuti oleh 15 orang tim inti dari B2W Jakarta dan akan disambut oleh anggota B2W di tiap kota yang dilewati.Kampanye ini dilepas oleh presiden SBY beserta istri dengan ikut menaiki sepeda tandem lengkap dengan perlengkapan bersepedanya. Lihat berita lengkapnya di sini !

Membaca bagaimana perjuangan para pekerja bersepeda ini dalam memberikan 'secuil' sumbangsih untuk kelangsungan hidup bumi ini benar-benar sangat kontras dibandingkan dengan event kemarin. Perjuangan mereka menjadikan sepeda memasyarakat, perjuangan mereka menembus belantara hutan rimba lalu lintas ibukota setiap hari, serasa terbayar saat itu. Pengakuan dari pemerintah bahwa sepeda juga bisa dijadikan alternatif transportasi yang murah, ramah lingkungan dan sehat, untuk ke kantor benar-benar membuat hati ini sumringah.

Karena kebanyakan orang, walau, dilanda kemacetan parah yang menghabiskan waktu sia-sia selama berjam-jam, hanya omelan gerutuan dan makian saja yang bisa dikeluarkan. Tidak banyak orang yang mau dan berani untuk keluar dari situasi yang stagnan itu. Kebanyakan orang cuma bisa menyalahkan 'orang lain', menyalahkan mobil di depannya yang dianggap berjalan lambat, menyalahkan lampu merah yang lambat berpindah ke hijau, menyalahkan proyek busway, menyalahkan metromini yang mogok melintang di tengah jalan dan sebagainya dan sebagainya

Apa tidak capek menyalahkan orang lain ? Kenapa bukan diri sendiri yang ditanya "Bagaimana caranya saya bisa merubah keadaan ini ?. Benarkah saya tidak bisa merubah keadaan ini ?"

Ayo, kita berubah sekarang... Kalo bukan kita siapa lagi ?..Kalo bukan sekarang kapan lagi ?
Jangan Mati Gaya !
Wednesday, November 07, 2007
“Mati gaya deh lu, bahaya tau !”,ucapan spontan ini terlontar dari mulut seorang ABG yang melintas di depanku tadi pagi…. Cara si ABG mengucapkan kalimat itu dan bagaimana dia mengekspresikannya lewat mimik mukanya benar-benar membuat ku terhenyak…. Benarkah yang namanya “berhenti di tempat” itu berbahaya ? …

Terkadang kenyamanan, prestasi dan achievement yang kita sudah capai selama ini menyebabkan kita merasa terlena dengan yang namanya perubahan. Banyak orang yang cukup dan merasa puas bila sudah menjadi “jagoan” di kandang sendiri, tanpa berfikir untuk mulai “menggeser” posisinya keluar dari kandangnya. Banyak orang yang sudah merasa puas dengan kondisi kehidupannya selama ini tanpa merasa perlu untuk memikirkan inovasi baru yang seharusnya dia lakukan untuk mengembangkan dirinya…

Benarkah sebuah perubahan itu mahal harganya?... Benar. Inilah yang aku alami ketika mulai sedikit demi sedikit merambah bisnis online. Sebuah model bisnis dimana aku merasa buta didalamnya. Apa bisa ya berdagang tanpa bertatap muka?...Mungkinkah orang percaya pada ku?...Bagaimana caranya berpromosi yang efektif di dunia maya ini?... Begitu banyak pertanyaan dan ketakutan yang membayangi langkah ku…

Ini juga yang aku rasakan ketika baru-baru ini datang sebuah tawaran pekerjaan part time sebagai tim editor sebuah web terkenal yang berasal dari rekomendasi seorang teman. Bisa gak ya aku bekerja dibawah pengawasan orang lain ?. Apa bisa setiap hari aku menulis, mengubah bahasa majalah ke bahasa web, mengubah sudut pandang sebuah tulisan sehingga lebih enak dibaca dan seterusnya ...dan seterusnya...

Perubahan memang memerlukan sedikit "paksaan" ketika pertama kali melakukannya. "PW" atau Posisi Wuenaaak memang menggoda dan segan untuk ditinggalkan. Tapi apakah memang yang namanya manusia itu berat untuk berubah ?

Aku akui aku adalah seorang yang sangat terpola hidupnya. Bangun tidur jam segini, makan pagi jam segini, masak jam segini, selalu begitu setiap hari. Dan sepertinya aku tidak bosan melakukannya.. Sungguh !.. Aku sudah cukup puas dengan kehidupan ku sekarang. Aku rasa aku sudah cukup bahagia. Alhamdulillah.

Tapiiii....akhir-akhir ini aku hanya sedang berandai-andai dengan masa depan. Seandainya tahun depan Brina sudah mulai masuk SD, sudah sibuk sendiri dengan teman dan aktivitas sekolahnya dll. Apa yang harus aku lakukan untuk mengisi waktu luangku di rumah ? pikiran ini yang terus-terusan mengusikku sejak bulan lalu.

Kasak-kusuk mencari kegiatan baru pengisi waktu luang ini ternyata tidak mudah. Belum ada satupun kegiatan yang sepertinya benar-benar sreg dihatiku. Memperbesar bisnisku mungkin itu yang harus aku lakukan, begitu pikirku. Tapi alangkah enaknya kalau aku bisa mendapat sebuah kegiatan lain yang sama sekali berbeda dengan keseharianku selama ini. Sampai akhirnya datang sebuah tawaran pekerjaan part time yang sangat menantang jiwa menulisku. Bukan uang yang kucari dari pekerjaan ini, hanya sedikit variasi dalam hidup itu saja !..

Mempunyai kegiatan baru berarti mengharuskan aku berubah, mengharuskan aku bergeser dari pola hidupku yang sekian lama sudah aku jalani. Sanggupkah aku ?

Insya Alloh .. Doain ya !...:)

Kemaren sore sehabis hujan, duh disaat kabut tipis mulai turun pelan-pelan, di atas kerimbunan pohon petai cina kesayanganku muncul segurat warna. Pelangi !... Ya Alloh indahnya !... Subhanallah..

Cepat-cepat aku mengambil kamera dan mengabadikan momen indah itu.Jadi inget dulu, waktu masih tinggal di Rawamangun. Belum pernah sekalipun aku melihat pelangi sesudah hujan. Apalagi menikmati dinginnya kabut yang perlahan turun. Andai langit Jakarta tidak abu-abu oleh asap kendaraan, andaikan saja masih banyak pohon di sana.

Iseng-iseng sambil memandangi pelangi diatas sana, aku "bertanya" kepada Mr.Google tentang pohon, kutemukan sebuah gerakan yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan IPB bekerjasama dengan Dompet Dhuafa yaitu "Gerakan Wakaf Pohon Produktif" ditujukan untuk kelestarian lingkungan dan umat manusia.

Program ini mempunyai tujuan mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa wakaf yang merupakan bentuk shadaqah jariyah dapat digunakan untuk kepentingan konservasi lingkungan yang dapat menyelamatkan lingkungan dan masyarakat dari musibah. Dan pemilihan pohon produktif sekaligus dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk lebih jelasnya silahkan kunjungi website milik Fakultas Kehutanan IPB ini di link http://dkmfahutan.wordpress.com

Yuk, kita menanam pohon dimana-mana. Satu orang satu pohon saja.. Niscaya bumi ini akan hijau kembali ....

Gak susah kan ?!
Kenapa kamu nge-Blog ?
Friday, November 02, 2007
Ini adalah pertanyaan seorang teman (yang merupakan wartawan senior sebuah koran nasional) yang baru saja membuka blogku kemarin malam. Sempat-sempatnya dia menelepon dan menanyakan pertanyaan ini hampir pada jam tidurku.. *#sigh*###

Tapi mau gak mau, aku sempat termenung untuk menjawab pertanyaannya. Iya ya bener juga.. "Kenapa aku nge-blog ?".

Nge-blog bukannya seperti menulis diary yang hanya kita konsumsi sendiri. Blog kita akan dibaca oleh puluhan bahkan ratusan orang tiap harinya. Gak nyombong ya, blog abal-abal ku ini ternyata dibaca hampir 100 orang setiap harinya di bulan Oktober kemaren..Duh, padahal isinya amat remeh temeh ya, padahal yang aku tulis hanyalah sepenggal kisah hidupku yang miskin pengalaman.. Bisakah puluhan orang yang mengunjungi blog ku setiap hari mengambil hikmah, pelajaran dari isi blog ku ?.

Ini pertanyaan yang cukup mengganggu ku. Kalo memang aku tidak bisa memberikan sesuatu kepada para pembaca blogku, buat apa aku publikasikan tulisan ku ?. Bukan kah itu jadinya terlihat hanya seperti sekedar narcis saja ?.

"Nge-blog itu ya memang harus narcis, Va" itu lagi pernyataannya. Tambah bikin pusing aja ini orang. Apakah iya "ke-narcis-an" kita bisa berguna buat orang lain ? Apa iya sisi narcisku di blog ini berguna buat pembaca blogku ?.

Tanpa sadar aku buka satu persatu postingan tulisan di blogku sejak awal aku nge-blog beberapa bulan yang lalu. "Kalo kamu baca blogku, kamu dapat sesuatu gak ?" begitu tanyaku dengan gak nyambung.

Suara diujung telepon itu hanya ngakak sekeras-kerasnya sambil berkata "Bukan itu yang aku tanyakan, Va. Tapi buat apa kamu nge-blog ?"

Sekali lagi pertanyaan itu membuat aku merenung. Selama ini aku pikir nge-blog itu ya berbagi. Berbagi pengalaman hidupku, berbagi cerita-ceritaku hari demi hari. Yang dengan berbagi cerita dan kisah itu, orang lain bisa lebih dekat mengenalku.

Tapi apakah yang aku bagi itu berguna buat orang lain ? Bisakah hari-hariku memberikan inspirasi buat orang lain ? Bisakah tulisanku memberi pengaruh buat pembaca blog ku ?.

Memang tidak ada yang salah dengan berbagi. Tapi benar seperti kata teman wartawanku itu. Bahwa berbagi pun harus punya konsep. Jangan asal berbagi, Jangan asal memberi. Memberi dan berbagi akan lebih berarti apabila apa yang kita berikan itu berguna dan punya manfaat.

Obrolan tadi malam benar-benar menyadarkanku bahwa konsumsi publik itu berbeda dengan konsumsi pribadi. Aku harus memanfaatkan semaksimal mungkin kemudahan ber-blog ria ini untuk menuliskan ide-ideku, untuk sedikit memberikan sesuatu kepada para pembaca blogku.

Siapa tahu, aku bisa mengubah hidup seseorang lewat blogku, siapa tahu aku bisa memberikan kontribus buat kemajuan bangsa ini. Cita-cita yang terlalu muluk sebenarnya. Tapi yah siapa tahu kan ?!....

Semoga aku bisa !...
Pernah Bersepeda 70 km dalam Sehari ?
Thursday, November 01, 2007
Aku pernah !

Aku lakukan ini berdua dengan pak Rais secara teratur sebulan sekali sejak 2 bulan yang lalu !....

Menyusuri rute Gelora Bung Karno – Monas – Gelora Bung Karno - Kota Wisata ditempuh dari jam 7.00 – 13.30 WIB diselingi dengan istirahat beberapa kali, makan siang dan sholat Dzuhur…

Bagaimana rasanya ?... Menakjubkan !..Karena tidak pernah mengira hal yang tidak terbayangkan sebelumnya ternyata bisa aku lakukan. Pagi-pagi kami berdua berangkat dengan menumpang taksi menuju Gelora, berangkat dengan hati dan niat yang mantap. Tekadku adalah jarak 70km harus berhasil aku lewati setelah sekian bulan “pemanasan” bersepeda 10km setiap harinya… Tidak ada rasa ragu ataupun sangsi hanya ucapan Bismillah mengiringi kayuhan pedal pertama pagi itu… Harus bisa !

Ternyata bersepeda di jalan raya totally 180 derajat berbeda dengan bersepeda di dalam komplek perumahan. Tantangannya beda, sensasinya pun beda… Kilometer pertama aku tempuh dengan santai di jalur cepat Jl. Thamrin yang memang ditutup saat hari Minggu untuk berolahraga. Tidak ada halangan yang berarti di kilo-kilo pertama itu hanya tanjakan di Dukuh Atas melewati patung Jendral Sudirman yang membuatku agak terengah-engah..Tapi semuanya bisa aku atasi dengan baik… 35 kilometer pertama Gelora Bung Karno – Monas – Gelora Bung Karno berhasil aku lewati dengan mulus !...

Ahh keciiil, jarak segitu kan hanya 3x lipat dari kegiatan rutinku bersepeda setiap hari, begitu pikiranku saat itu…..

"Ini sih cuma nambah-nambahin keringet aja, Yah" kataku pada pak Rais yang tersenyum-senyum simpul di sampingku. Tentu saja bagi suamiku jarak 70 km hampir tanpa arti. Dia biasa ber-b2w 3 x seminggu (Kota Wisata - Rasuna Said pp) dan setiap dua kali sebulan bersama gengnya menjajal Kota Wisata - Jonggol (55km) dengan tanjakan-tanjakan mautnya yang panjang tanjakannya bisa mencapai 8 km .

35 kilometer kedua aku menyiapkan mentalku sedemikian rupa. Pak Rais sudah mewanti-wanti ku untuk meningkatkan kewaspadaan untuk etape kedua ini. “Jeng harus lebih waspada ya. Staminanya sudah mulai menurun”, begitu katanya mewanti-wanti.

Benar saja, etape kedua ini benar-benar berat bagiku. Ternyata perjalanan menuju rumahku di Kota Wisata lebih banyak menanjak daripada saat etape pertama tadi...Fiuuuhh, tanjakan memang menantang. Setiap kali menanjak akan langsung kurasakan pedihnya otot pahaku menggenjot sepeda. Walaupun gear sepedaku sudah cukup canggih dengan 21 tingkat kecepatan untuk berbagai medan, tetap saja yang namanya otot paha bergetar hebat saat menggenjot.

Ternyata banyak tekhnik bersepeda yang belum benar-benar aku kuasai. Bagaimana caranya menaiki tanjakan beraspal, tanjakan berbatu, menuruni jalan berbatu dan berlobang, Wawwww seakan aku baru saja belajar bersepeda saat itu. Terseok-seok mengikuti laju sepeda abu-abu suamiku yang selalu meninggalkanku hampir 1 kilometer di depan. Terengah-engah menaiki tanjakan di Jati Asih yang kemiringannya hampir 45 derajat dan berteriak kegirangan ketika menuruninya.

Duh sensasinya..Dengan gampang aku bisa menyalip kendaraan bermotor di tanjakan berlubang. Sambil tersenyum aku bunyikan belku pada pengendara motor yang tertinggal di belakangku. Senangnya .... ! Dengan muka kecut juga aku tersenyum ketika di daerah Halim serombongan anak kecil bertepuk tangan untukku sambil berteriak "Misis misis, mampir dong...." hehehehe.. Ternyata kata suamiku dia pun sering diteriaki "Mister mister" di sana oleh rombongan anak-anak itu.

Akhirnya setelah berhasil mencapai rumah dengan selamat, tidak ada sama sekali rasa pegal di kaki. Yang ada hanya kepuasan dan kebanggaan bisa menaklukan jalan dan terutama menaklukan diri sendiri...

Ketagihan, itu pasti !... Mau jajal kemampuan ?....Yuk ikutan !...