Mengambang
Saturday, May 31, 2008
Berusaha keras untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya ternyata sulit. Begitu keras aku berusaha, begitu banyak juga pikiran-pikiran jelek datang mengganggu. Menurutku, selain ikhlas, maka berpasrah diri pada apapun yang terjadi adalah hal tersulit buat seorang manusia.

Aku memulainya dengan 100 persen berusaha sadar diri sesadar-sadarnya. Bahwa apapun yang terjadi pada diri ku, pada hidupku, pada keluargaku, pada anakku, bukanlah terjadi begitu saja. Tapi pasti ada sebuah tangan Maha Besar yang menggerakkan itu terjadi. Dan saat aku merasa sangat tidak berdaya sama sekali seperti ini, maka perasaan sadar bahwa ada energi 'lain' di sana lebih mudah kusadari.

Aku biarkan diriku 'mengambang', mengikuti arus yang sedang dipermainkan Nya. Aku terapkan pelajaran menjadi hamba saat ini. Benar-benar hina, tak ada tempat bergantung, tak ada tempat berpijak. Kecuali Dia.

Pertama limbung. Mungkin untuk berenang tidaklah terlalu susah. Tapi ketika aku memutuskan diriku untuk 'berbaring' saja mengikuti proses yang mengalir maka yang terjadi adalah perasaan gemas dan tidak sabar. Sampai kapan harus kujalani proses ini ya Alloh ?.. Apakah sebegitu sulitnya sebuah proses ? Mungkin aku kuat menjalani proses ini, tapi bagaimana dengan anak ku tercinta ini ?

Pertanyaan-pertanyaan manusiawi terus mendengung mengganggu konsentrasiku. Sampai akhirnya aku putuskan untuk menutup telinga rapat-rapat dan hanya fokus pada proses yang sedang terjadi. Aku buang pikiran jelek yang belum terjadi dan percaya seribu persen pada ketentuan Nya saja.

Saat 'mengambang' adalah saat terindah. Tubuh akan bergoyang sesuai ombak, serasa menyatu dengan lautan. Ini bukanlah perasaan 'tidak mau tahu', tapi sebuah perasaan menyatu dengan kehidupan. Mengikuti apa maunya yang punya hidup terhadap diri. Mengikuti peran yang sudah tercatat dengan ringan. Benar-benar tiada beban.

'Mengambang' adalah hal paling mengagumkan yang bisa manusia lakukan.

(malam hari di RS saat Brina 40derajat C )
Enggak Tau Dia !
Friday, May 30, 2008
Halahhh...
Masih ada aja hari gini orang berfikir sebegitu naif orang di hadapanku saat ini. Bener-bener gak nyangka karena secara umur dan pendidikan dia jauh berada diatasku.

Gak pernah tau sih apa pujian yang ditujukan kepada ku itu tulus keluar dari hatinya atau sekedar lips service saja, tapi kalau selama ini dia menyangka 'pengorbananku' selama bertahun-tahun ini kulakukan untuk diriku semata maka itu salah besaaaarrr !...

Apa dia tidak pernah merenung bahwa keberhasilan dan posisi yang dia dapatkan saat ini bukanlah sekedar hasil usahanya saja ? Begitu naifnyakah dia sehingga begitu mudah menepuk dadanya untuk keberhasilannya ? Tidak pernah kah dia melihat atau menengok ke kiri dan ke kanan, bahwa begitu banyak orang yang sudah berperan dan 'berkorban' untuk keberhasilannya.

Pengorbanan yang tidak seberapa mungkin
Mungkin itu hanya berarti anggukan penuh arti dari Rais, suamiku, disaat dia pulang kantor aku malah sedang 'asyik masyuk' melayani klienku berkonsultasi
Mungkin itu hanya ciuman di pipi dari Shabrina yang tiba-tiba dia berikan di saat aku sedang mati gaya menghitung poinku
Mungkin itu hanya kayuhan nafas bang Sabar dan Bang Edi, kurir setiaku, yang mengantar barang sampai ke pelosok Jakarta
Mungkin itu hanya sapuan yang membersihkan rumahku dari mba Titin saat aku sedang dikejar deadline
Mungkin itu hanya sekedar tangisan kecil mama di sana di sela-sela doanya untukku pada saat tahajudnya
Mungkin itu hanya kerjapan mata mertuaku meng-amin-kan doa ku saat kami sedang sholat berjamaah
Mungkin itu hanya doa kecil adikku untuk kakak nya yang super rewel agar selalu bahagia di hari ulang tahunnya kemarin

Setiap orang punya arti buat keberhasilan kita. Sekecil apapun yang dia lakukan, walau sepertinya peran itu tidak berharga buat kita, tapi ada potongan dari orang lain dalam setiap puzzle utuh keberhasilan kita.

Enggak tau dia atau memang gak mau tau; Bahkan dengan hanya karena seember air buat seekor anjing yang kehausan bisa memasukkan seorang pelacur ke dalam surga

(aku tulis di Rumah Sakit saat menunggui Brina)
Saat akhirnya badan ini terkapar karena kecapekan, ada berentet pertanyaan menyertainya.
"Apakah ini berarti badanku sudah tidak bugar lagi, masa gara-gara 'sedikit' kesibukan saja musti terkapar berhari-hari seperti ini ?"
atau
"Apakah kesalahan yang sudah aku lakukan sehingga harus kutebus dengan sakitku kali ini ?"
atau
"Apakah masih ada harta yang belum aku keluarkan sedekahnya sehingga Sang Pemilik meminta haknya kepada ku ?"

Sakit memang sebuah proses medis. Sebuah proses biologis, sebuah proses pertahanan diri yang sudah dianugerahkan kepada manusia oleh Nya untuk menunjukkan bahwa ada benda asing yang beracun masuk ke dalam tubuh kita.

Tapi dari aspek lain, saat kita terbaring sakit, lemah, gemetar dan kedinginan, maka saat itulah saat yang paling tepat untuk kembali kepada fitrah kita sebagai manusia. Yaitu berfikir. Saat sakit, adalah seperti saat berpuasa, dimana tubuh kita sedang berusaha melawan dan mengeluarkan racun-racun yang ada dalam tubuh kita. Saat sakit adalah saat pertempuran kita, bagaimana kita bisa bersikap sabar akan deraan rasa yang tak tertahankan lagi.

Sakit kemarin adalah teguran buatku. Betapa sudah begitu lama aku tidak pernah lagi memikirkan siapa diri ini. Begitu banyak kesibukan, kegiatan yang aku lakukan buat orang lain. Mungkin memberi itu memang indah, tapi hidup ini pun adalah keseimbangan. Ada saat kita memberi kepada orang lain ada juga saat aku seharusnya bisa menerima sesuatu dari orang lain.

Tak terpikirkan berapa lama aku tidak pernah 'mendapatkan' sesuatu dari orang lain. Tak bisa kuingat lagi berapa lama aku tidak pernah minta didoakan oleh orang lain, tak bisa kuingat lagi kapan terakhir kali aku begitu senang dengan pujian orang yang terlontar buatku.
Selama ini sepertinya aku begitu menutup diriku rapat-rapat dengan tameng bernama ikhlas.

Ya Rabb, sungguh aku tidak akan mau mengerjakan sesuatu kalau bukan karena Mu
Cukup hanya cinta Mu itu buat ku
Tapi ternyata aku tidak sekuat itu, wahai yang Maha Gagah
Jiwa ini masih membutuhkan orang lain
Perasaan ini ternyata masih membutuhkan pengakuan dari sesama manusia yang hina

Sakitku kemarin adalah saat aku menata puing-puing hati dan potongan imanku lagi. Ditengah sakit dan rasa yang tak tertahankan aku merasa diingatkan bahwa betapa Dia begitu mencintaiku.

Sakitku kemarin adalah saat dimana aku menetapkan tujuanku. Bukan, bukan 'plan A plan B berbau duniawi', toh aku tidak pernah tahu sampai kapan umurku akan bertahan, tapi tujuan yang lebih besar dari hidupku. Buat sebuah kehidupan kekal abadi yang akan kujalani kelak.